·
·
ANGIN, 1Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
angin yang diciptakan untuk senantiasa bergerak dari
sudut ke
sudut dunia ini pernah pada suatu hari berhenti ketika mendengar
suara nabi kita Adam menyapa istrinya untuk pertama kali, “hei
siapa ini yang mendadak di depanku?”
sudut dunia ini pernah pada suatu hari berhenti ketika mendengar
suara nabi kita Adam menyapa istrinya untuk pertama kali, “hei
siapa ini yang mendadak di depanku?”
·
angin itu tersentak kembali ketika kemudian terdengar
jerit wanita
untuk pertama kali, sejak itu ia terus bertiup tak pernah menoleh
lagi
untuk pertama kali, sejak itu ia terus bertiup tak pernah menoleh
lagi
·
— sampai pagi tadi:
ketika kau bagai terpesona sebab tiba-tiba merasa scorang diri di
tengah bising-bising ini tanpa Hawa
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ketika kau bagai terpesona sebab tiba-tiba merasa scorang diri di
tengah bising-bising ini tanpa Hawa
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
·
ANGIN, 2
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang
terbakar
semalaman.
Seekor ular lewat, menghindar.
Lelaki itu masih tidur.
Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang
di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
semalaman.
Seekor ular lewat, menghindar.
Lelaki itu masih tidur.
Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang
di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ANGIN, 3
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
“Seandainya aku bukan ……
Tapi kau angin!
Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut
kamar,
menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu.
“Seandainya aku . . . ., .”
Tapi kau angin!
Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang
perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga.
“Seandainya ……
Tapi kau angin!
Jangan menjerit:
semerbakmu memekakkanku.Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Tapi kau angin!
Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut
kamar,
menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu.
“Seandainya aku . . . ., .”
Tapi kau angin!
Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang
perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga.
“Seandainya ……
Tapi kau angin!
Jangan menjerit:
semerbakmu memekakkanku.Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
·
·
AKU INGIN
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
·
AKULAH SI TELAGA
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan
bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
— perahumu biar aku yang menjaganya
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan
bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
— perahumu biar aku yang menjaganya
·
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Kumpulan Sajak,
1982.
·
YANG FANA ADALAH WAKTU
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
·
Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono.
·
BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari
mengikutiku di
belakang
belakang
·
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang
memanjang di depan
·
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di
antara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang
yang telah menciptakan bayang-bayang
·
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa
di antara
kami yang harus berjalan di depan
kami yang harus berjalan di depan
·
BUNGA, 1
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
(i)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia rekah di tepi padang waktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak
terbang berputar-putar di atas padang itu;
malam hari ia mendengar seru serigala.
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia rekah di tepi padang waktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak
terbang berputar-putar di atas padang itu;
malam hari ia mendengar seru serigala.
·
Tapi katanya, “Takut? Kata itu milik kalian saja, para
manusia. Aku
ini si bunga rumput, pilihan dewata!”
ini si bunga rumput, pilihan dewata!”
·
(ii)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
·
Ia kembang di sela-sela geraham batu-batu gua pada
suatu pagi,
dan malamnya menyadari bahwa tak nampak apa pun dalam gua
itu dan udara ternyata sangat pekat dan tercium bau sisa bangm
dan terdengar seperti ada embik terpatah dan ia membayangkan
hutan terbakar dan setelah api ….
dan malamnya menyadari bahwa tak nampak apa pun dalam gua
itu dan udara ternyata sangat pekat dan tercium bau sisa bangm
dan terdengar seperti ada embik terpatah dan ia membayangkan
hutan terbakar dan setelah api ….
·
Teriaknya, “Itu semua pemandangan bagi kalian saja,
para
manusia! Aku ini si bunga rumput: pilihan dewata!”
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
manusia! Aku ini si bunga rumput: pilihan dewata!”
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
·
BUNGA, 2
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
mawar itu tersirap dan hampir berkata jangan ketika
pemilik
taman memetiknya hari ini; tak ada alasan kenapa ia ingin berkata
jangan sebab toh wanita itu tak mengenal isaratnya — tak ada
alasan untuk memahami kenapa wanita yang selama ini rajin
menyiraminya dan selalu menatapnya dengan pandangan cinta itu
kini wajahnya anggun dan dingin, menanggalkan kelopaknya
selembar demi selembar dan membiarkannya berjatuhan
menjelma
pendar-pendar di permukaan kolam
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
·
BUNGA, 3
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Sapardi Djoko Damono
·
seuntai kuntum melati yang di ranjang itu sudah
berwarna coklat
ketika tercium udara subuh dan terdengar ketukan di pintu
tak ada sahutan
seuntai kuntum melati itu sudah kering: wanginya mengeras di
empat penjuru dan menjelma kristal-kristal di udara ketika
terdengar ada yang memaksa membuka pintu
lalu terdengar seperti gema “hai, siapa gerangan yang telah
membawa pergi jasadku?”
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
ketika tercium udara subuh dan terdengar ketukan di pintu
tak ada sahutan
seuntai kuntum melati itu sudah kering: wanginya mengeras di
empat penjuru dan menjelma kristal-kristal di udara ketika
terdengar ada yang memaksa membuka pintu
lalu terdengar seperti gema “hai, siapa gerangan yang telah
membawa pergi jasadku?”
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
·
HUJAN BULAN JUNI
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga ituTak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan ituTak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu(1989)DALAM DIRIKU
Dalam diriku mengalir sungai panjang,
Darah namanya;
Dalam diriku menggenang telaga darah,
Sukma namanya;
Dalam diriku meriak gelombang sukma,
Hidup namanya!
Dan karena hidup itu indah,
Aku menangis sepuas-puasnya
HUJAN BULAN JUNI
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga ituTak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan ituTak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu(1989)DALAM DIRIKU
Dalam diriku mengalir sungai panjang,
Darah namanya;
Dalam diriku menggenang telaga darah,
Sukma namanya;
Dalam diriku meriak gelombang sukma,
Hidup namanya!
Dan karena hidup itu indah,
Aku menangis sepuas-puasnya
·
(1980)Tiba-Tiba Malam pun risik
tiba-tiba malam pun risik
beribu Bisik
tiba-tiba engkau pun lengkap menerima
satu-satunya Duka
tiba-tiba malam pun risik
beribu Bisik
tiba-tiba engkau pun lengkap menerima
satu-satunya Duka
·
·
Di Atas Batu
·
ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan
kerikil ke tengah kali…
·
ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga
memercik ke sana ke mari…
·
ia pandang sekeliling :
·
matahari yang hilang – timbul di sela goyang
daun-daunan,
·
jalan setapak yang mendaki tebing kali,
beberapa ekor capung
— ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini
beberapa ekor capung
— ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini
·
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Kumpulan Sajak,
1982.
·
~*Sapardi Djoko Damono*~
·
Percakapan Malam Hujan
·
Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan
payung, berdiri di samping tiang listrik.
·
Katanya kepada lampu jalan,
·
“Tutup matamu dan tidurlah. Biar kujaga malam.”
·
“Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba
suara desah;
·
asalmu dari laut, langit, dan bumi;
·
kembalilah, jangan menggodaku tidur.
·
Aku sahabat manusia. Ia suka terang.”
·
~*Sapardi Djoko Damono*~
·
[Hujan Bulan Juni, 1973] Bunga-Bunga
di Halaman
·
mawar dan bunga rumput
·
di halaman: gadis yang kecil
(dunia kecil, jari begitu
kecil) menudingnya…
(dunia kecil, jari begitu
kecil) menudingnya…
·
mengapakah perempuan suka menangis
bagai kelopak mawar; sedang
rumput liar semakin hijau suaranya
di bawah sepatu-sepatu…
bagai kelopak mawar; sedang
rumput liar semakin hijau suaranya
di bawah sepatu-sepatu…
·
mengapakah pelupuk mawar selalu
berkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembut
hampir mencapainya (wahai, meriap rumput di tubuh kita)…
berkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembut
hampir mencapainya (wahai, meriap rumput di tubuh kita)…
·
~*Sapardi Djoko Damono*~
·
[1968]
·
· ·
·
Hatiku Selembar Daun
·
Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak…
nanti dulu, biarkan aku sejenak…
·
Terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
·
Sesaat adalah abadi sebelum kausapu
tamanmu setiap pagi…
tamanmu setiap pagi…
·
~*Sapardi Djoko Damono*~
·
·
Pada Suatu Hari Nanti
·
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi…
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri…
jasadku tak akan ada lagi…
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri…
·
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi…
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati…
suaraku tak terdengar lagi…
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati…
·
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi…
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari…
impianku pun tak dikenal lagi…
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari…
·
~*Sapardi Djoko Damono*~
Kisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar