Hak Asasi Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan
dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah
sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era
reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain.
Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM
terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita
sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang
HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
II.
Rumusan Massalah
a)
Apakah yang dimaksud Hak Asasi
Manusia?
b) Apa saja pelanggaran dan pengadilan dalam Hak Asasi
Manusia ?
c) Bagaimana Hak Asasi Manusia dalam perspektif Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hak Asasi
Manusia
Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak Hidup,
misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat
membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia
akan hilang.[1]
Senada dengan pengertian di
atas adalah pernyataan awal Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikemukakan oleh John
Locke. Menurut Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena
sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apa pun di dunia yang dapat
mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang
dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian
manusia atau lembaga kekuasaan.
Hak asasi manusia ini tertuang
dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.[2]
2.
Pelanggaran dan Pengadilan Hak Asasi Manusia
Dalam konteks Hak Asasi Manusia
yang sering muncul dan menjadi bahan pembicaraan publik adalah pelanggaran HAM.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku UU No. 26 Tahun 2000 tentang
pengadilan HAM. Pelanggaran HAM dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu;
pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat
meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan beradasarkan UU No. 26
Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan
selain dari kedua bentuk pelanggaran berat itu.[3]
Kejahatan genosida adalah
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan
agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
a.
Membunuh anggota kelompok.
b.
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok.
c.
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.
d.
Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok.
e.
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain.
Adapun kejahatan kemanusiaan
adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan
sistematis. Adapun serangan yang dimaksud ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil berupa:
1.
Pembunuhan.
2.
Pemusnahan.
3.
Perbudakan.
4.
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
5.
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan; pokok
hukum internasional.
6.
Penyiksaan.
7.
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
8.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang di dasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan,
etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
9.
Penghilangan orang secara paksa.
10.
Kejahatan apartheid, penindasan dan dominasi
suatu kelompok ras atas kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan
kekuasaannya.[4]
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat
dilakukan baik oleh aparatur negara (state-actors) maupun bukan aparatur negara
(non state actors). Karena itu, penindakan terhadap pelanggaran hak asasi
manusia tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran
yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM
tersebut dilakukan melalui proses peradilan HAM mulai dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus
bersifat non diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan
khusus yang berada dilingkungan pengadilan hukum. [5]
Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi rasa
keadilan, maka pengadilan atas pelanggaran HAM kategori berat, seperti genosida
dan kejahatan kemanusiaan diberlakukan asas retroaktif. Dengan demikian,
pelanggaran HAM kategori berat dapat diadili dengan membentuk pengadilan HAM Ad
Hoc. Yang dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan keputusan
presiden dan berada di lingkungan pengadilan umum.
Selain pengadilan HAM Ad Hoc, dibentuk juga Komisi
Kebenaran dan Rekonsilasi (KKR). Komisi ini dibentuk sebagai lembaga
ekstrayudisial yang bertugas untuk menegakkan kebenaran untuk mengungkap
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, melaksanakan
rekonsilasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.
3.
HAM dalam perspektif Islam
Ketika memahami HAM dalam perspektif islam tentu lebih mudah, karena
islam adalah ajaran komprehensif yang bersumber dari wahyu Illahi (Al-Qur’an)
dan berfungsi sebagai petunjuk dan penjelas atas petunjuk itu (al-bayan) serta
pembela antara kebenaran dan kesalahan (al-furqan).
Cara pandang Islam terhadap HAM tidak terlepas dari cara pandangnya
terhadap status dan fungsi manusia. Manusia adalah makhluk Allah yang terhormat
(QS Al-Israa’/6;70), (QS Al-Hijr/155: 28-29) dan fungsional (QS Al An’am/6:
165) serta (QS Al Ahzab/33: 72). Manusia disebut khalifah dalam pengertian
mandataris yang diberi kuasa dan bukan sebagai penguasa. Manusia hanya
mempunyai kewajiban kepada Allah SWT (karena itu Allah semata yang mempunyai
hk-hak) dengan cara mematuhi hukum-hukumnya. Semua kewajiban itu merupakan
amanah yang diemban (QS Al Ahzab/33: 72) sebagai realisasi perjanjiannya dengan
Allah pada awal penciptaanya (QS At Taubah/9: 111).
Kewajiban di atas menimbulkan hak yang berkaitan dengan hubungan sesama
manusia. Kewajiban bertauhid (meng-Esa-kan Allah) misalnya apabila dilaksanakan
dengan benar, akan menimbulkan kesadaran akan hak-hak yang berkaitan dengan
hubungan sesama manusia, seperti hak persamaan, hak kebebasan, dan hak
memperoleh keadilan. Seorang manusia mengakui hak manusia lain karena hal itu
merupakan kewajiban yang dibebankan kepadanya dalam rangka mematuhi Allah.
Karena itu Islam memandang hak asasi manusia dengan cara pandang yang berbeda
dari barat, tidak bersifat anthroposentris tetapi bersifat theosentris (sadar
kepada Allah sebagai pusat kehidupan). Penghargaan kepada HAM merupakan bentuk
kualitas kesadaran keagamaan yaitu kesadaran kepada Allah sebagai pusat
kehidupan. Dibawah ini dipaparkan konsep dasar HAM dalam Islam yang bersumber
dari Al-Quran dan Al-hadist.
a.
Hak atas
keselamatan jiwa. Dalam Islam jiwa seseorang sangat dihormati dan keberadaanya
harus dipelihara sebagaimana dalam Al-quran Surat Al-Israa’ ayat 33 yaitu
membunuh orang dibolehkan karena alasan yang benar, misalnya qisas bagi yang
terbukti membunuh orang lain dengan sengaja.
b.
Pengamanan hak milik pribadi (QS Al Baqarah/2:
181)
c.
Keamanan dan kesucian kehidupan pribadi (QS
An-Nur/24: 27)
d.
Hak untuk memperoleh keadilan hukum
e.
Hak untuk menolak kezaliman (QS An-Nisa’/4: 148)
f.
Hak untuk melakukan al-amru bi al-ma’ruf wa
al-nahyu ‘an al-munkar, yang didalamnya juga mencakup hak-hak kebebasan
memberikan kritik (QS Al-A’raf/7: 165) dan (QS Al Baqarah/2: 110)
g.
Kebebasan berkumpul demi tujuan kebaikan dan
kebenaran. Kebebasan berkumpul ini berkaitan dengan menegakkan yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar.
h.
Hak keamanan dari penindasan keagamaan. Banyak
sekali ayat-ayat Al-Quran yang melarang pemaksaan, saling bertikai karena
perbedaan agama, salah satunya adalah QS Ali Imron/3: 100.
i.
Hak untuk tidak menerima tindakan apapun tanpa
ada kejahatan yang dilakukannya. Dengan kata lain seseorang harus dianggap
tidak bersalah jika belum terbukti melakukan kejahatan.
j.
Hak memperoleh perlakuan yang sama dari negara
dan tidak melebihkan seseorang atas orang lain (QS Al-Qashash/28: 4)
Beberapa hak yang sudah dipaparkan di atas merupakan suatu bukti jika
Islam memandang HAM dari segi hubungan antara Allah dengan manusia maupun
manusia yang satu dengan manusia lainnya. Hak--hak tersebut merupakan pemberian
Allah SWT kepada setiap orang mempunyai hak yang sama satu dengan yang lainnya.
Dan orang lain tidak dapat menghapusnya atau mengambilnya, hanya Allah SWT yang
berhak menentukan segalanya.[6]
4.
BAB III
PENUTUP
Hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ubaedillah
A. Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, Ciputat Jakarta Selatan : ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2000.
Rozak, Abdul. Civic
Education Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Ciputat Jakarta Selatan : ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.
Jazim
Hamidi, Civic Education Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2010.
[1] A. Ubaedillah, Demokrasi
Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, (Ciputat Jakarta Selatan : ICCE
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), hal. 252
[2] Abdul Rozak, Civic
Education Pancasila, Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat Madani, (Ciputat
Jakarta Selatan : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), hal. 148
[3] Jazim Hamidi, Civic
Education Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010), hal. 241
[4] Abdul Rozak, Civic
Education Pancasila, Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat Madani, (Ciputat
Jakarta Selatan : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), hal. 163-164
[5] Jazim Hamidi, Civic
Education Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010), hal. 242
[6] Jazim Hamidi, Civic
Education Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010), hal. 231-233
Tidak ada komentar:
Posting Komentar