Jumat, 25 Maret 2016

Puisi Chairil Anwar



·         Kumpulan Puisi Chairil Anwar.
·          


Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih periDan akan akan lebih tidak perduli



·         Aku mau hidup seribu tahun lagi

 

SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut sendaSepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944

 
·         TAK SEPADAN
·         Aku kira:
·         Beginilah nanti jadinya
·         Kau kawin, beranak dan berbahagia
·         Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
·          
·         Dikutuk-sumpahi Eros
·         Aku merangkaki dinding buta
·         Tak satu juga pintu terbuka
·          
·         Jadi baik juga kita padami
·         Unggunan api ini
·         Karena kau tidak ‘kan apa-apa
·         Aku terpanggang tinggal rangka
·          
·         Februari 1943
·        
Senja di Pelabuhan Kecil
Buat Sri Ayati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
·         Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
·         Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
·        
·        
Kepada Kawan

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,
·         belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!
·         Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!
·         Doa
kepada pemeluk teguh
·         Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
·         Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
·         cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
·         Tuhanku
·         aku hilang bentuk
remuk
·         Tuhanku
·         aku mengembara di negeri asing
·         Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang iseng sendiri

·         Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
·         Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
·         Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
·         Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.


·         Kawanku dan Aku
Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
·         Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat
·         Siapa berkata-kata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga
·         Dia bertanya jam berapa?
·         Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti


·         Kepada Peminta-minta
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
·         Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap juga
·         Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah
·         Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
·         Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku


·         Cerita Buat Dien Tamaela
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu
·         Beta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut
·         Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan
·         Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama
·         Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
·         Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!
·         Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu!
·         Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau…
·         Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu


·         Sebuah Kamar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!”
·         Ibuku tertidur dalam tersedu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
·         Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
d luar hitungan: Kamar begini
3 x 4, terlalu sempit buat meniup nyawa!


·         Hampa
·         Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai di puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencengkung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
·          
·         PRAJURIT JAGA MALAM
·         Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
·         Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
·         bermata tajam
·          
·         Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
·         kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
·          
·         Aku suka pada mereka yang berani hidup
·         Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
·          
·         Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu
·         Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
·          
·         YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS 
·         Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
·         Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
·          
·         Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
·         Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
·          
·         Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
·          
·         Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
·         Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
·          
·         RUMAHKU
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampakKulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalanKemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke manaRumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranakRasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu27 april 1943 


·         PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
·         Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
·         Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
·         dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
·         Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
·         Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
·         Aku sekarang api aku sekarang laut
·         Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
·          
·